Wednesday 5 September 2018

Bring out the kid in you.. Come, play, and have a cup of coffee or two! @HomArt

Bring out the kid in you..
Come, play, have a cup of coffee or two!

Bermula dari rasa ingin ada tempat berkumpul, menyatukan semua teman sepermainan sejak kecil, yang notabene tetangga, gimana caranya ada tempat untuk tetap bersama, berkreasi, berkarya, dengan dukungan semua teman, dan yang pastinya, keluarga, muncul ide yang menjadi motivasi Adi untuk berkreasi: kedai kopi di area Komplek Depsos, Veteran, Bintaro, Jakarta Selatan. Ketertarikan meracik kopi sejak awal kuliah, dimanfaatkan untuk menambahkan sajian di tempat ngumpul ini, HomArt. 

Konsep HomArt ini unik. Sesuai namanya, Home dan Art, Rumah dan Seni, berkreasi dan berkolaborasi dalam hobby, seni di tempat yang pengunjung dan penikmat kopinya harus merasa seperti di rumah sendiri. Bermain, seperti di playground, but not for the kids. Mengusung rasa kebersamaan dengan teman sepermainan sejak kecil atau tetangga (community engagement), dan pengunjung dari manapun, saling bertukar ide, pengetahuan, keahlian dalam meracik kopi (sharing), memberi semangat sesama teman untuk lebih percaya diri dan berkembang (encourage and empower).

Tema ‘’apa adanya’’, juga menginspirasi Adi untuk mengajak teman-temannya dalam merancang tempat dan yang digunakan di HomArt. Intip tulisan yang ada di setiap bangku, dinding. Penuh coretan karya bersama, dari gambar, tulisan beraroma baperan, dan pengunjung penikmat kopi juga bebas berkreasi ikuta menorehkan curcolannya di bangku. Bebas – tapi dilarang yang jorok dan mengandung SARA!

Basecamp? Yes, tapi bukan hanya basecamp biasa, bukan pula hanya tempat ngopi biasa, juga wadah untuk semua untuk bermain - eksplor kreativitas melalui aktivitas secara bebas dan positif…
Bebas ngegonjreng gitar bareng..
Bebas nyanyi bareng, teriak dikit boleh..
Baca atau nulis buku, sajak, curcolan, boleh…

Rahadyan Prabhasworo, yang akrab dengan sapaan Adi - sang pemilik HomArt, dalam hal ini juga mengutamakan kepercayaannya bagi teman-temannya. Trust merupakan hal yang utama dalam leadership. Ini lah yang membuatnya yakin HomArt dapat berkembang sesuai keinginan dan seiring dengan kebersamaan serta kepercayaannya akan semua yang terlibat di HomArt.

Bicara tentang kopi, HomArt mengutamakan kopi nusantara, dari berbagai daerah. Aceh Gayo, Lampung, Bukit Menyan Bengkulu, Papua… dan kalau favorit gw sih arabica Gunung Puntang, gurih, beraroma coklat… menu kopi andalan yang juga jadi best seller, Es Kopi Susu Mama. Ini keliatannya light, tunggu sampai sruput… tasty banget kopinya! Minuman buat yang gak ngopi juga ada: teh tarik, susu jahe dan coklat. Jajanan pun juga a la rumahan. Khas dari Homart, mBakwan – gorengan bakwan yang jadi favorit, yang dibuat secara special dengan sambal kacangnya. Singkong, ubi, kacang rebus, bakal masuk daftar menu sajian HomArt.

Sampai saat ini Adi masih menjadikan HomArt sebagai hobby, belum terpikir lebih jauh untuk komersial, tapi acara santai bersama akan dibuat lebih intensif. Ajang lepas kendali, maksudnya, bebas ‘’nyampah’’, bukan buang sampah sembarang ya, tapi pengunjung atau penikmat kopi harus bisa lepaskan segala bentuk penat-lelah-letih-lesu halahhh… pokoknya harus mumet-free, pusing-free, totally stress-free, boleh curcol atau berkarya atau ngapain aja TERSERAH… bermain, berkarya, bercanda, bebas ngapain aja, sruput kopi.

Just bring out the kid in you..
Come, play, have a cup of coffee or two!

#coffee #homart_28 #homart #kopiindonesia #kopibintaro #coffeelovers #coffeefreak @homart_28












Mr. Right vs Mr.Right(now) ?

Random old post, #soulfood buat gw, karena post macam gini lumayan buat nyampah2 gitu lah...--


Happy birthday.. wishing you all the best…wish you a life full of blessings…moga makin sukses…., panjang umur.., rejeki berlimpah…, sehat selalu…, cepet dapet jodoh…, cepet kawin eh nikah.., bla..bla…bla…”Those are the nice words I (always) get on my birthday few months ago… from my family (kalau dari keluarga isinya ga provokatif kok), best friends (nah ini gw yakin greeting-nya juga gak nyinyirs), and all the people I know, who are always with me.Getting older, but none any better in such commitment J Well, I won’t pay much focus on the word “commitment” itself, but it’s about reviewing the progressing stage from what I had been through. Yes, progressing, in term of more thoroughly evaluation (not what-so-called-forward-plan in any relationship yet). As a matter of fact, Im back to square one at the moment, where I should start things from the very beginning, trying to look at virtues with my objective thinking.

Walaaauuuu, kadang… turned out that at the end, what one had offered me, was a disturbance… not a joy, nor serenity, neither positive one.. When? No mention lah ya… Cuma mau sharing contoh aja kok.

Password
“Liat hape kamu dunk…eh passwordnya apa yah?”
“Mau liat apa siy…sini aku yang log in aja…” gw jawab sambil agak kaget liat dia main samber hape gw di meja.

“Passwordnya apa siy…” tanyanya lagi.

“Udah sini aku aja, kan hanya aku yang tau passwordnya..mau liat apa siy? Foto? Aku gak banyak simpen foto. Game? Aku gak maen game di hape, biasanya kan di PC atau lappy”. Dengan agak jengkel, dan sambil liat dia nyoba ngetik password di hape gw.“…ngapain sih mau tau password segala, udah deh sini aku aja…”

Kalimat gw rupanya gak bikin dia berhenti nyoba ngetik password.

“Aku hanya set tiga kali log-in, kalau kamu coba terus dan salah…dan kena block, I’m gonna be very mad at you…sini!” gw ambil aja hape gw dari tangannya, sambil gw jelasin lagi kalau gw, dengan siapapun, gak bakal share password. Lagian klo mau aneh-aneh atau worst case gw selingkuh, ngapain juga lewat hape, masih banyak media lain yang bisa gw gunakan. Itu pun kalo emang mau niat aneh-aneh ya.

“Aku gak pernah share password, dan aku gak pernah ngoprek handphone orang lain. It’s privacy, and you should learn about privacy, trust and respect….”


Gila ya, belum lama jadian, bayangan dia sok ngetik and nebak password di hape gw, sangat mengganggu, untung gw ingetin biar gak keterusan nyoba2. Imagine if he kept on doing that until it might have been blocked…how scary I would be when getting mad at him…


Maksi

“Met makan siang.”

Teks dari dia saat gw lagi pas makan.

“Thanks, likewise.” Secara gw gak suka basa-basi ya gw balas aja gitu.

“Makan siang ama siapa.” tanyanya lagi.

“Ama temen kantor.” I started to feel awkward.

“Temen cewek atau cowok?.” Dan pertanyaan gak penting mulai berlanjut, berkembang, bersayap :/


Waddddaaaffffuuck…..akhirnya dari pada gw emosi pas makan….gw ingetin diri sendiri “sabar…sabar…sabar”. Kadang pertanyaan serupa, gw balas “maksi ama bencong”.
Lagian misalnya, andaikata, if, gw makan siang ama somebody else, emang mau gw balas “Lagi lunch ama gebetan niy… tar aja yah textingnya”??? hahahaaa…



Peristiwa (yang bukan terjadi hanya sekali) itu cukup bikin gw mikir, sepertinya ada yang salah ama orang ini, karena pertanyaan itu keluar dari seseorang yang gw anggap mature, dan jauh dewasa di atas gw dari segi umur pun.


Selamat malaaam….

“Kamu lagi ngapain” 

“Baruuuu aja pulang, dari seminar.” jawab gw singkat.

“Seminar apa kok malem banget?”

“Kemarin dah aku kasih tau, mulainya aja after office hour.”

“Emang tentang apa seminarnya?”

“Ya ampun, bukannya kemarin dah aku bilang ya tentang energy outlook gitu lah, programnya kurang lebih dah aku info, speakernya siapa aja kan aku dah bilang juga. Kamu lupa? Atau gak dengerin penjelasanku kemarin?’’

“Ya kemarin kamu udah jelasin siy, tapi kamu gak bilang detail”

“Hahhh? Itu kurang detail? Emang penting ya buat kamu sementara materinya gak ada hubungannya ama kamu?” sambil gw masih nahan emosi. Upil banget nih orang.

“Yaudah kan kamu udah pulang, aku main yah ke tempat kamu, aku pengen dimasakin kamu.”

“Gimana…gimana? Dimasakin gimana maksudnya?” gw hampir gak percaya dengernya.

“Aku pengen makan, tapi dimasakin kamu.”

, “Kamu tau gak, kalau aku tadi baru pulang seminar udah malem? Kamu tau gak, kalau aku gak masak untuk diri sendiri even during weekdays? Weekend pun aku jarang masak buatku sendiri. Kamu gak salah tuh ngomong gitu ama aku?” jawab gw sambil menghela nafas panjang nahan emosi.

“Yah kan aku belum makan, pengen dimasakin kamu”

“Loh kamu makan apa adanya aja sendiri di rumah.”

“Iya tapi di rumah masakannya lagi gitu… lagian aku pengen ke tempat kamu, pengen dateng aja sebentar…”

“Kamu tau kan ini weekdays? Itu berarti besok aku ngantor, itu berarti aku kudu bangun pagi, itu berarti aku gak bakal tidur malam or extra time buat haha hihi… Soal kamu mau makan malam ini, ya terserah lah, mau panggil tukang nasi goreng lewat kek, apa kek…apa adanya aja.”

“Ya udah deh aku gak usah makan aja kalo gitu.”

“Oh… ya udah terserah gak usah makan gak apa-apa, kan emang kamu yang bakal lapar juga.”

“Loh kok kamu jahat siy…ngomongnya”

“Jahat? Kamu expect aku ngomong apa? Justru kamu yang harus ngerti kondisi, aku aja buat diriku sendiri gak terlalu ambil pusing, kamu yah gak usah menye’-menye’ gitu, kayak anak kecil…oh my God…how could I depend myself on you then, if you act like a child… lagian masak siiih apa pun itu kamu tanya ampe lima kali, udah dijelasin, masih tanya lagi? Why does it have to be more than five times? You had asked the same thing over and over again more than five times, and I always answered with the same thing, and that applied in other cases as well. I wondered if somebody behaved that way to others, sorry, it is annoying.“


Trus gw mikir lagi… Gila yah nih orang…he was good at getting my nerve, indeed. Dan gw sekali lagi mikir, ini gw lagi ngomong ama cowok usia brapa ya, kok mendadak gw berasa lagi ngomong ama ponakan gw, sementara ponakan gw aja sekali dibilangin langsung nurut. Komunikasi macam apa ini???

Ring.. ring… the telefcukingphone rings..
Suatu sore di kantor… after three miscalls in a row… akhirnya gw terima telpon yang ke-empat setelah gw selesai meeting.

“Kenapa? Aku tadi lagi meeting.”

“Kok gak di angkat siy telponku” jawabnya.

“Wait…barusan tadi aku jelasin, kalau aku tadi meeting.”

“Iya kok meetingnya lama…”

“Halllowww…… aku di kantor, aku kerja, dan meeting itu bagian dari kerja, and I’m occupied and committed in the office during working hours. Bukannya kamu juga lagi kerja ya?”

“What’s the meeting about?” dia masih nanya.

“Office stuffs.” Gw jawab seperlunya.

“What office stuff?” hiyak dia masih nanya gitu.
Owhh…. fcuk… hahahah…speechless deh gw, untung depan gw gak ada bakiak dan jidatnya. Asli speechless. Anyway, tetep gw jawab, “Gini yaaa…..orang tuh kalau ditelpon dan gak jawab telpon, berartiiii…, orang yang dihubungi sedang tidak bisa jawab telpon, itu berarti, lagi sibuk, toh nanti kalau emang lagi gak sibuk pasti direspon… masa’ kayak gitu harus dikasih tau siiiiy…”


Tragedi gaji

“Kamu udah betah banget ya kerja di tempat kamu sekarang?”

“Oh iya dong, I love the job, great boss, solid team, nice place, so dynamic….”

“Well… gaji kamu udah lumayan kan pasti…”

“Yah klo gaji siy relatif ya…tapi…Alhamdulillah, berapapun aku syukurin, karena kalo gak bersyukur, yah berapapun yang aku earn, gak bakal cukup..”

“Emang brapa gaji kamu sekarang?”

“Whaaaat???? Maksudnya?”

“Gaji kamu, sekarang brapa..”

“Bentar…bentar…..maksudnya nanya gajiku tuh apa ya? That’s rude…very…very rude…. no one has ever been dare asking me that. Kamu mikir gak? Kalo kayak gitu gak pantes?”

“Bukan..kan itu supaya aku tau nanti kalau kita jadi married, aku tau harus kompensasi berapa ke kamu.”

“Maksudnya?”

“Ya nanti kalau udah berumah tangga, kamu kan gak kerja lagi.”

“Loh… loh… bentar… kamu tau gak, kalau masalah pilihan karir dan/atau full time jadi ibu rumah tangga itu pun harus didiskusikan? Bukan kamu memutuskan sepihak. Kamu tau gak kalau aku kerja bukan hanya karena gaji aja? Kamu tau kan kalau segala sesuatu harus diskusi dulu? Bukan hanya kamu yang harus dituruti?”

“Ya tapi kalau udah married nanti kan gak perlu kerja….ngurus anak aja..”

“Bentar deh ya…. Gak bisa gitu donk caranya… tetep aja harus diskusi dulu… masalah kompensasi, itu gak semudah yang kamu bilang. I like working and I will continue working, ‘coz it keeps my brain active, and it’s about the ability and skill to improve from time to time… also the mindset…kamu bayangin deh, orang kalau gak kerja atau di rumah terus, pola pikirnya pasti beda. Aku gak mau kayak gitu. Dan jangan salah ya, kalau pun kamu nanti yang jadi kepala rumah tangga dan take over semua, bukan berarti istri gak punya hak yang equal dan sebaliknya kewajiban seorang suami di dalam rumah urusan beres-beres bukannya zero juga lohhh…. Equality itu dibutuhkan, harus ada persamaan persepsi dulu baru ada kesepakatan. Bukan main putusin sendiri sepihak.”


Pembicaraan ini memang berlanjut, to make short, keyfuckingword dia ujung-ujungnya kodrat wanita yang harus menjadi ibu rumah tangga, tapi pembicaraan biasanya gw stop sebelum gw tambah emosi.


Miscall jam 5 pagi….

“Kenapa pagi banget telponnya?” respon gw pas jawab telponnya pagi buat itu.

“Mau bangunin kamu biar gak kesiangan sholat subuhnya.”

“Aku subuh biasanya antara jam lima seperempat atau maks setengah enam, tapi kadang nunggu abis tahajud kok.”

“Wah kalo di atas jam lima itu udah kesiangan, matahari udah keliatan, besok aku bangunin lagi ya.. kamu harus bangun….”
“Gini ya, thanks banget udah ingetin aku, tapi, aku beribadah karena aku cinta Allah, bukan karena siapapun, jadi apapun yang aku lakukan, adalah tanggung jawabku ke Allah, bukan atas kehendak atau suruhan orang lain. Tolong bedakan antara ngingetin dengan ngatur dan maksa. Even my parents have a trust on me in having my belief as much as making decision and doing things, while you, out of the blue, that I believed I could work things out with you for better …not for worse.., didn’t seem to have such an effort to cooperate, understand, nor compromise. Everything you looked at, was about you, from your point of view, and always be from you angle. And sorry to say, you are childish…“ begitulah orasi gw.

“Cowok ya selalu gitu…sampai kapanpun akan selalu kekanak-kanakan” jawabnya hingga bikin gw hampir banting apapun, tapi rugi banget secara gak ada dia depan gw.
“Cowok sama cewek harus sama posisinya, saling mengisi, bisa kerjasama, bukan cewek yang harus selalu melayani or manjain or nurutin cowok atau suami nantinya.” Jawab gw dengan masih tetap nahan amarah.

‘’Aku laki, aku kan imamnya kerluarga… Ya itu kodrat perempuan seharusnya nurut ama suaminya”

Hellloooww……what kind of response was that??? Berbagai jawaban dia, selalu kembali ke arah pandangannya, so I never get a win-win nor compromising situation. Gw mikir lagi, kayaknya emang gak sehat, dan gak mungkin lagi gw terusin ama dia. Lah orangtua gw aja aja gak terlalu banyak ikut campur atas karir gw, semuanya terserah gw, dan mereka mendidik gw untuk jadi orang yang bisa bersikap bebas tapi yang bertanggung jawab, termasuk dalam mengambil keputusan serta punya sikap sejak gw masih kecil – SD lah, and thanks to them for making who I am today. Nah kan jadi mikir lagi deh gw, hahaa… iya ya… gw pasti mau nurut ama suami gw kalau dia bisa kasih contoh yang baik, positif, tanggung jawabnya terhadap keluarga secara keseluruhan udah terbukti, gak maen ngatur tanpa logika, bukan atas ego semata
dan pastinya waras! Kalau kadar kewarasannya di bawah gw (yang kadang gak waras ini), ya mendingan gw dengerin diri gw sendiri aja dunk?! Buat gw, apa yang dia lakukan dulu itu adalah sesuatu yang sangat gak adil, apalagi bertameng kodrat. Bhai.


Enough is enough – kibar bendera putih!
These toooo much unnecessary questions, all those dejavus (banyak nanya kayak di terminal aja), again and again, his thoughts, point of view, not to mention about his ego, not that I don’t wanna see the positive ones, but it occurred to me that the root of this relationship was not strong enough to cultivate the tree together. Belum lagi mikirin too much rules and expectation from him including my career preference. Lha wong belum kasih nafkah and belum kontribusi apa-apa aja udah maen ngatur gak jelas gitu. Edan…. *kibarbenderaputih


All in all, from all shitty things happened, which was not only caused by one person, I guess, I think I would just contemplate aja deh… mungkin gw juga harus introspeksi dan perbaiki apapun dari gw.. coba untuk gak liat kekurangan orang lain yang berpotensi ganggu gw… just do my best and positive things for myself.


For me, he (or another one in the past) was just kinda Mr. Right(now).

Mr. Right-now-get-over-with.

Mr. Right-now-I-should-get-rid-from.

Absolutely Mr. not Right.

Just take that what happened before, was just another loss, but his loss….. NOT MINE.
Ah sudahlah hahahahaa….Gonna back and stay focus on myself for NOW, who knows bisa ketemu sama Mr. RIGHT…., right?


Monday 3 September 2018

Eat in Dubai in three days

It was a short-time visit few years ago and I didn't post on the blog back then, didn't have much time for prep and shot nor visit some major places or tourist spots, it was a work trip yet totally fun. However, the heat was also a challenge for me to stay fit - yes I am a kind of person who's easily beaten by the heat.The trip was a part of the program of Alshaya Food Tour to review some restaurants: iHOP, P.F Chang, Cheese cake Factory, ShakeShack and Texas Roadhouse. I am so lucky to be a part of this FUN-tastic journey.


















Breakfast at IHOP®

The first question of the first thing to start the day is: What do I want for breakfast?
Starting the day with good breakfast is very essential, not only fuel for thought, but it will boost my mood. And the selection should come to the best choice.

Today’s breakfast menus at IHOP signifies my passion. However, before coming to menu, the first impression is about the venue, per se.

At the entrance, the ambience, the font and the logo of the restaurant, I could feel of such a favorite American restaurant for both individual and family dining, not specifically for breakfast, but more like a steak house. The seating arrangement is just fine, IHOP also has a space for group at the back for informal gathering. The lighting meets the requirement. The music is not too loud that people can still have a chit-chat without being disturbed by the sound. However, I could hear the crowd from the kitchen, this thing is not supposed to occur in this typical restaurant. Wifi availability is what most people need, sometimes we work while having our meals, or, we need to have good meals while working with wifi connection. However, in Jakarta, a smoking space with good exhaust system, shall be considered. Somehow, as I observe, the first two questions before entering a restaurant in Jakarta: Is there a smoking section? Wifi available? In addition to this, should IHOP aims at grabbing family, a small space for kids like a minimalist playground shall also be available.

Services from the waiter or waitress play important role. IHOP has it! The greeting and introduction, the knowledge of the menu (option, taste, ingredients, composition, condiment, side dishes etc), the fast response and the way she served the dishes met my expectation on how I would expect to be treated as a customer. Honestly, even if in Jakarta, I could recognize few of waiters with outstanding services, a mind-reader-type-of-waiter, always ready to explain and serve even when I’m not finished with my sentences during ordering.

Alrity let’s get to have my experience on meals as a foodie!
HOP offers attractive and broad assortment of great-tasting meals for breakfast. Tried some menus that include Philly Cheese Steak Stacker, Chicken Florentine Crepes, Crispy Chicken Salad, Sirloin Tips and Eggs, Boneless Buffalo Chicken Strips,  Eggs Benedict, Chicken Fajita, Original Pancake, Cinn-a-Stack Pancake, New York Cheese Pancake and French Toast.

My faves go to Chicken Florentine Crepes, Crispy Chicken Salad, Cinn-a-Stack Pancake.
I have never tasted and seen similar menu like this Florentine in other restaurants. It is perfect combo of the savory crepes, the tender chicken and the spinach -  love the spinach, not too overcooked. 

The Crispy Chicken Salad fulfils the need to ‘’eat the rainbow’’, contains lettuce that stay crispy even though it is already mixed well with the salad dressing. The Jack and the Cheddar cheeses make it perfect, melt well in my mouth. The chicken is crispy too yet tender inside, however, it is too salty.

The Cinn-a-stack Pancake is the outstanding one for dessert. Not to mention that the (original) pancake itself is already delish, the right taste, thickness and fluffiness either for sweet or savory pancake, but the cinnasauce is very sexy, a combination of sweet spices, reminds me of speculoos taste. A classic and tempting one. This one is foodgasmic. Last but not least, the Sirloin Tips and Eggs, in the first place, the steak was too well-done, the second round was way much better, met the tenderness and juiciness of a steak I would always expect, however, it tasted a bit too sweet. The caramelized onion is already sweet – which is good. Imagine if we reduce the sweet taste on the meat, it would be more fabulous because the original tastes from the meat would be already tasty and mouthwatering. 

Having a refillable coffee or tea is a plus point too.

I HOPe that IHOP will be open in Indonesia.

P.F Chang 







Dark Chocolate Cup Cake at the Mall of Emirates




Le' Pain Quotidien, Mall the Emirates









ShakeShack
pics to upload soon

Texas Roadhouse
pics to upload soon

Angelina, Mall of the Emirates






Ubud, the heaven of raw vegan food - Moksa

 
I have been back and forth to Bali, but this time was the first time staying ONLY in Ubud, for more than a week. It was a part of my plan after a while, then choosing Ubud as I need fresh air, far from the heat (am kinda avoiding tropical state of mind), sorry sun, I don't hate you, I was just a little bit shy when I see you... 

It was rainy season in February, a walk on rice terrace, raw food or vegan food galore days and night, yoga, meditation, and even doing nothing, were perfect serenity.

The first agenda when I touched down Ubud on Sunday, was visiting Moksa Ubud.
It's a hidden gem in the middle of (almost like a) jungle :) surrounded by rice terrace, when entered the restaurant area, it was actually the permaculture garden concept.

I had an opportunity to meet up with Chef Made Runata the co-founder of Moksa Ubud, and learned to cook or make some vegan foods from him. Chef Made previously worked at Five Element before in Living Culinary in USA with lots of challenging moments before he finally set up Moksa.

The one-day raw food making course with Chef Made was a blissful experience. Not only about the course on making raw corn soup, raw cake from coconut, vegan raviolli, various desserts that tasted soooo heavenly, but what I also loved the most,when I enjoyed all the food on a table facing the paddy field..with fresh air that swept away my cheek, my hair, and the sound of birds chirping.. things I cannot always have or find everyday, in Jakarta...LoL.

Well anyway I couldn't say more about it, but these pics are some of fab vegan food from Moksa.

I will definitely come back to Moksa. I will.

video courtesy Youtube Moksa Ubud

Vegan sushi
                                                     
photo @freakartika




Raw corn soup

Mango-soursop smoothies
Chef Made Runata - the man behind the heavenly vegan restaurant
all photos @freakartika

Aku dan otakku...



Aku dan otakku.

Bagai majikan dan babu.

Yang mana majikan?

Yang mana babu?

Kami bertugas secara bergantian saat tertentu.

Otak bilang boleh, jangan, lanjutkan, abaikan, nikmati, sudahi, benahi, turuti, akupun mau.

Sebaliknya aku juga berkata begitu ke otakku.

Kolaborasi kami yang terbaik yaitu dalam mengumpulkan kekuatan pikiranku. 

Membuat jalani hidup dalam mimpiku.

Membuat mimpiku nyata tersentuh tanganku

Aromanya terendus hidungku.


Bentuknya tak lepas dari pandangan mataku.


Membuat semua menjadi bermakna selalu. 

Makna, yang membuat betapa bersyukurnya aku.

Aku dan otakku, yang tentukan kekuatan pikiranku, hidupku, bahagiaku.